SEDIKIT TULISAN MENGENAI PENGANGKUTAN (KHUSUSNYA PENGANGKUTAN LAUT)

Pengangkutan merupakan kegiatan transportasi dalam memindahkan barang dan penumpang dari satu tempat ke tempat lain atau dapat dikatakan sebagai kegiatan ekspedisi. Purwosutjipto berpendapat bahwa:
“Pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan”

Sebagai suatu kegiatan jasa dalam memindahkan barang atau pun penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, pengangkutan berperan sekali dalam mewujudkan terciptanya pola distribusi nasional yang dinamis. Praktik penyelenggaraan suatu pengangkutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya dalam dunia perdagangan. Serta dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dan lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat.

Pengangkutan berfungsi untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Proses pemindahan barang tersebut dilakukan melalui darat, laut, udara dan perairan darat atau sungai dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi sesuai dengan kebutuhannya.

Dalam hal pengangkutan melalui laut digunakan sarana atau alat transportasi dengan menggunakan kapal laut untuk menghubungkan pulau yang satu dengan pulau yang lainnya dalam memindahkan muatan berupa barang dan maupun orang. Menurut Pasal 310 ayat (1) KUHD kapal laut adalah semua kapal yang dipakai untuk pelayaran dilaut atau yang diperuntukkan untuk itu. Purwosutjipto menyatakan bahwa kriteria kapal laut itu ialah kapal yang dipergunakan untuk pelayaran di laut, dan kapal itu diperuntukan untuk pelayaran di laut pula.

Di Indonesia, hal pengangkutan laut merupakan suatu bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat, karena didasari oleh berbagai faktor berikut ini:
a. Keadaan geografis Indonesia;
b. Menunjang pembangunan berbagai sektor;
c. Perkembangan ilmu dan teknologi.

Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum, setiap pelaksanaan pengangkutan melalui laut khususnya dalam hal pengangkutan barang haruslah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut harus ditangani secara nasional agar terwujudnya suatu sistem pola distribusi nasional yang dinamis sehingga dapat meningkatkan daya guna dan nilai.

Pelaksanaan di sektor pengangkutan laut antara lain diarahkan untuk meningkatkan kegiatan perdagangan antar pulau (inter insuler) serta perdagangan antar negara (import-export). Adanya arus perpindahan barang dan jasa melalui kegiatan perdagangan tersebut, maka keberadaan perusahaan jasa pelayaran laut, perusahaan jasa pengangkutan laut dan serta perusahaan jasa yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan pengangkutan melalui laut, seperti ekspeditur atau freight forwarder memiliki peranan yang sangat besar.
Ekspeditur menurut Pasal 86 KUHD adalah Orang, yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya melalui daratan atau perairan. Selain itu definisi mengenai ekspeditur atau freight forwarder dalam Black’s Law adalah:
“A person or company whose bussiness is to receive and ship goods for others. A freight forwarder may be an agent of the cargo’s owner or of the carrier, or may be an independent contractor acting as a principal and assuming the carrier’s responsibility for delivering the cargo.- Also termed third-party logistical service provider, forwarding agent.”

Ekspeditur tidak menyelenggarakan pengangkutan terhadap barang muatan tersebut, yang bertugas untuk menyelenggarakan pengangkutan barang muatan tersebut adalah pengangkut. Ekspeditur merupakan subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim, pengangkut serta penerima barang. Hal itu didasari dengan adanya suatu perjanjian pengangkutan yang dibuat antara ekspeditur dengan pengangkut. Sehingga mengakibatkan ekspeditur berfungsi sebagai perantara yang mewakili pengirim terhadap pihak pengangkut. Untuk itu ekspeditur dapat bertindak atas nama pengirim. Sebagai wakil pengirim dan dapat pula sebagai penerima, ekspeditur mengurus berbagai macam dokumen dan formalitas yang berlaku guna memasukkan dan mengeluarkan barang dari alat angkut atau gudang stasiun, pelabuhan dan maupun bandara.

Prinsip tanggung jawab ekspeditur dapat ditemukan di dalam Pasal 87 KUHD:
“Ia harus menanggung, bahwa pengiriman barang-barang dagangan dan lainnya yang untuk itu diterimanya, akan mendapatkan penyelenggaraannya dengan rapi dan dengan selekas-lekasnya, pula dengan mengindahkan segala upaya, yang sanggup menjamin keselamatan barang-barang yang diangkutnya.”
Pasal 87 KUHD tersebut menetapkan tanggung jawab ekspeditur terhadap barang-barang yang telah diserahkan pengirim kepadanya untuk:
1. Menyelenggarakan pengiriman secepatnya dengan rapi pada barang yang telah diterimanya dari pengirim;
2. Mengindahkan segala upaya untuk menjamin keselamatan barang-barang tersebut;
3. Pengambilan barang-barang dari gudang pengirim;
4. Melakukan penyimpanan di gudang miliknya;
5. Pengambilan barang muatan dari pelabuhan tujuan untuk diserahkan kepada penerima yang berhak atau kepada pengangkut selanjutnya.

Efektifitas aturan hukum sangat penting dalam kaitannya dengan bekerjanya aturan hukum tersebut dalam praktek pengangkutan. Clarence J. Dias menyatakan bahwa efektifitas suatu sistem hukum ditentukan oleh lima syarat sebagai berikut:
1. Mudah tidaknya makna atau isi aturan-aturan hukum itu ditangkap dan dipahami.
2. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum itu.
3. Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum yang dicapai dengan bantuan:
a. Aparat administrasi yang menyadari kewajibannya untuk melibatkan diri ke dalam usaha mobilisasi yan demikian itu;
b. Para warga masyarakat yang merasa harus berpartisipasi di dalam proses mobilisasi hukum.
4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dihubungi dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat akan tetapi juga harus cukup efektif menyelesaikan sengketa-sengketa itu.
5. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnyalah berdaya kemampuan efektif.

Apa yang dimaksudkan oleh Clarence J. Dias, dapat diharapkan suatu perundang-undangan yang telah dibentuk dengan baik menurut asas-asas hukum, pada hakikatnya akan memudahkan penerapan perundang-undangan tersebut di lapangan dan akan memberikan kepastian hukum yang bersandar pada nilai-nilai keadilan bagi masyarakat.
Aturan-aturan tersebut diharapkan mampu melindungi hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam bidang pengangkutan. Terutama dalam hal tanggung jawab atas kerusakan barang yang diangkut. Dalam hal ini pihak pengangkut dan ekspeditur wajib berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku menjaga barang yang dikirimnya atau diangkutnya agar tidak rusak atau pun tidak menimbulkan kerugian bagi si pemilik barang.

Hukum pengangkutan apabila dikaitkan dengan konsepsi “The Economic Theory of Regulation” yang dikemukakan oleh Richard A. Posner, maka hukum pengangkutan merupakan sarana keteraturan atau ketertiban yang dibutuhkan dalam menyalurkan kegiatan perdagangan antar pulau ke arah yang dikehendaki oleh suatu pembangunan. Sehingga hal tersebut telah sesuai dengan fungsi dasar hukum yakni menjamin adanya kepastian dan ketertiban serta memberikan manfaat bagi perkembangan industri pengangkutan tersebut.

Indonesia sebagai negara yang berkembang dan sedang membangun memerlukan peran dan fungsi hukum sebagai sarana menjamin kepastian dan ketertiban serta memberikan perlindungan bagi setiap warga negara Indonesia. Peran dan fungsi hukum di negara berkembang tidaklah lebih mudah daripada di negara maju, karena terdapatnya berbagai keterbatasan yang bukan saja mengurangi kelancaran lajunya proses hukum secara tertib dan pasti tetapi juga memerlukan pendekatan dan pemikiran-pemikiran yang menuju kepada suatu konstruksi hukum yang adaptif yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan yang ada secara mantap dan responsif.

Ketersediaan fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi penegakan hukum yang baik, karena menurut Soerjono Soekanto “agar supaya hukum dapat berfungsi dengan baik, diperlukan keserasian dalam hubungan lima faktor, yakni:
1. Hukum atau peraturan itu sendiri
2. Mentalitas petugas yang menegakan hukum
3. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum
4. Kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat
5. Budaya Hukum”

Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan dan merupakan inti dari sistem penegakan hukum. Apabila kelima faktor tersebut ditelaah dengan diteliti. Maka akan dapat terungkapkan mengenai hal-hal yang berpengaruh terhadap sistem penegakan hukum termasuk didalamnya pengaturan mengenai tanggung jawab ekspeditur atas kerusakan barang pada saat dilakukannya pengangkutan.

Pendapat yang hampir sama diungkapkan oleh Lawrence M. Friedman, yang menyebutkan tentang pentingnya tiga komponen dalam sebuah sistem hukum yang beroperasi, yaitu:
1. Komponen pertama, adalah komponen struktural (legal structure), yaitu bagian-bagian yang bergerak dalam suatu mekanisme.
2. Komponen kedua, adalah substansi (legal substance), yaitu hasil-hasil yang diterbitkan oleh sistem hukum.
3. Komponen ketiga, adalah sikap publik dan nilai-nilai (legal culture), adapun budaya hukum di sini didefinisikan sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang ada hubungannya dengan hukum dan sistem hukum, berikut sikap-sikap dan nilai-nilai yang memberikan pengaruh (positip ataupun negatif) kepada tingkah laku yang bertemali dengan hukum dan pranata hukum.

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan. “Dalam menegakan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit).”

Menurut Sudikno Mertokusumo, masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkrit, Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.

Di samping terciptanya kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum negara juga mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kesejahteraan bagi segenap warga negaranya. Menyelenggarakan kesejahteraan umum merupakan konsekuensi logis dan diterimanya konsep Negara kesejahteraan (welfare state), atau konsep tentang negara hukum yang dinamis sejak awal abad XX (dua puluh).

Leave a comment