TULISAN INI DIBUAT TANGGAL : 27 Oktober 2010
1. Yang dimaksud dengan Customer Due Dilligence dan bagaimana bank melaksanakannya?
Menurut Pasal 1 butir ke-7 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, Customer Due Dilligence adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan Bank untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil Nasabah.
CDD diterapkan oleh bank kepada calon nasabah atau dalam hal ini terhadap transaksi yang patut dicurigai sebagai bentuk pencucian uang atau pendanaan terorisme. Menurut Pasal 22 ayat (1) PBI No. 11/28/PBI/2009, mengenai CDD harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Tujuan pembukaan rekening untuk pembayaran gaji;
2) Nasabah berupa perusahaan publik yang tunduk pada peraturan tentang kewajiban untuk mengungkapkan kinerjanya;
3) Nasabah berupa Lembaga Negara atau Pemerintah; atau
4) Transaksi pencairan cek yang dilakukan oleh Walk in Customer[1] perusahaan.
Apabila suatu calon Nasabah WIC memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1) tergolong berisiko tinggi atau Politically Exposed Person[2];
2) menggunakan produk perbankan yang berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang atau pendanaan teroris;
3) melakukan transaksi dengan negara berisiko tinggi; atau
4) melakukan transaksi tidak sesuai dengan profil.
Maka terhadap calon nasabah tersebut, Bank wajib melakukan prosedur CDD yang lebih mendalam, dikenal dengan Enhanced Due Dilligence[3] atau EDD (dalam hal ini EDD merupakan tindakan pemantauan terhadap transaksi yang dilakukan oleh nasabah). CDD sebagai salah satu instrumen utama dalam program Anti Pencucian Uang atau APU dan Pencegahan Pendanaan Terorisme atau PPT, merupakan bagian dari penerapan manajemen resiko bank secara keseluruhan.
CDD diharapkan dapat melindungi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya dari berbagai resiko. Resiko-resiko tersebut antara lain risiko operasional, risiko hukum, dan risiko reputasi serta mencegah industri perbankan digunakan sebagai sarana atau sasaran tindak pidana, khususnya pencucian uang dan pendanaan terorisme. Penerapan CDD didasarkan pada prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking).
Pasal 9 PBI Nomor 11/28/PBI/2009 menyatakan bhawa pelaksanaan prosedur CDD oleh bank dilakukan pada saat:
1) melakukan hubungan usaha dengan calon Nasabah;
2) melakukan hubungan usaha dengan WIC;
3) Bank meragukan kebenaran informasi yang diberikan oleh Nasabah, penerima kuasa, dan / atau Beneficial Owner[4] ; atau
4) terdapat transaksi keuangan yang tidak wajar yang terkait dengan pencucian uang dan / atau pendanaan terorisme.
Pada intinya pelaksanaan CDD oleh Bank meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Identifikasi dan Klasifikasi Calon Nasabah atau Nasabah
Menurut Pasal 12 PBI Nomor 11/28/PBI/2009, dalam tahapan ini Bank melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap calon Nasabah atau Nasabah ke dalam kelompok perseorangan, perusahaan, atau Beneficial Owner. Merujuk kepada ketentuan Pasal 18 ayat (2) PBI Nomor 11/28/PBI/2009, Apabila diketahui bahwa calon Nasabah atau WIC mewakili Beneficial Owner membuka hubungan usaha atau melakukan transaksi, maka Bank wajib melakukan prosedur CDD terhadap Beneficial Owner yang sama ketatnya dengan prosedur CDD bagi calon Nasabah atau WIC. Dalam tahapan ini juga dilakukan pengelompokkan calon Nasabah atau WIC berdasarkan tingkat risikonya dengan berpedoman pada ketentuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
2) Permintaan Informasi
Ketentuan Pasal 11 ayat (1) PBI Nomor 11/28/PBI/2009, mengatur bahwa bank sebelum melakukan hubungan usaha dengan Nasabah, wajib meminta informasi yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil atau data calon Nasabah. Hal tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (1) huruf a dan b dan Pasal 17 ayat (1) PBI Nomor 11/28/PBI/2009. Selain itu, seperti yang diatur dalam Pasal 13 ayat (2) PBI Nomor 11/28/PBI/2009, suatu bank sebelum melakukan transaksi dengan WIC perlu memperhatikan pengaturan mengenai informasi yang wajib dimintakan oleh bank.
3) Permintaan Dokumen
Dalam tahapan permintaan dokumen, Bank diwajibkan untuk meminta dokumen pendukung dengan berdasarkan ketentuan yang diatur didalam Pasal 14, Pasal 15 ayat (1) dan (2), Pasal 16 ayat (2) huruf a dan b, Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 19 ayat (1) huruf a dan b ayat serta Pasal 19 ayat (2) dan (3) PBI Nomor 11/28/PBI/2009.
4) Verifikasi Dokumen
Berdasarkan Pasal 21 PBI Nomor 11/28/PBI/2009, mengenai informasi yang disampaikan oleh calon Nasabah atau nasabah atau WIC beserta dokumen pendukungnya wajib diteliti kebenarannya oleh bank. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara verifikasi terhadap dokumen pendukung tersebut berdasarkan dokumen atau sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya, sehingga dapat dipastikan bahwa data tersebut adalah data terkini atau data yang benar.
Sebagai bentuk verifikasi terhadap data tersebut, maka bank dapat melakukan wawancara dengan calon Nasabah. Apabila terdapat keraguan mengenai data tersebut, maka bank dapat (dalam hal ini wajib) meminta kepada calon Nasabah untuk memberikan lebih dari satu dokumen identitas yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan kebenaran identitas calon Nasabah.
Sebelum bank membina hubungan usaha atau melakukan transaksi dengan calon nasabah atau WIC, proses verifikasi identitas calon Nasabah dan Beneficial Owner wajib diselesaikan terlebih dahulu. Namun, dalam kondisi tertentu tidak menutup kemungkinan bahwa Bank dapat melakukan hubungan usaha sebelum proses verifikasi selesai.
5) Pengkinian dan Pemantauan
Berdasarkan Pasal 27, 28, 29, dan 30 PBI Nomor 11/28/PBI/2009, Bank wajib melakukan pengkinian dan pemantauan terhadap informasi dan dokumen Nasabah. Proses pengkinian dan pemantauan bertujuan agar dapat dilakukannya identifikasi mengenai kesesuaian antara transaksi nasabah dengan profil nasabah. Proses ini sebagai bentuk upaya untuk mendeteksi setiap kegiatan yang mengarah kepada pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Dalam tahapan pengkinian data meliputi antara lain; kewajiban pemantauan terhadap informasi dan dokumen Nasabah, penyusunan laporan rencana pengkinian data dan penyusunan laporan realisasi pengkinian data. Mengenai laporan rencana pengkinian data dan laporan realisasi pengkinian data, haruslah wajib mendapatkan persetujuan dari Direksi.
Dalam tahapan kegiatan pemantauan, bank diwajibkan untuk menganalisa terhadap seluruh transaksi yang tidak sesuai dengan profil Nasabah. Dalam hal ini, bank dapat meminta informasi mengenai latar belakang dan tujuan transaksi tersebut. Kegiatan itu dilakukan dengan memperhatikan ketentuan anti tipping-off (sebagaimana yang telah diatur dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang).
Dalam tahapan kegiatan pemantauan, bank berkewajiban untuk melakukan CDD terhadap Existing Customer yang didasarkan pada prinsip-prinsip resiko (Risk Based Approach). Hal tersebut perlu dilakukan apabila terdapat peningkatan nilai transaksi yang signifikan atau terdapat perubahan profil nasabah yang bersifat signifikan serta ditemukannya dokumen Existing Customer yang tidak lengkap atau menggunakan rekening dengan nama fiktif.
2. Konsekwensi jika nasabah tidak memberikan informasi yang benar pada saat membuka rekening?
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf b PBI Nomor 11/28/PBI/2009, apabila calon nasabah/WIC tidak memberikan informasi yang benar pada saat membuka rekening maka Bank wajib menolak hubungan usaha atau melaksanakan transaksi dengan calon Nasabah/WIC.
Berdasarkan aturan dalam Pasal 50 ayat (3) PBI Nomor 11/28/PBI/2009 Jo. Pasal 52 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 dan Pasal 58 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, suatu bank dapat dikenakan sanksi berupa:
1) teguran tertulis;
2) penurunan tingkat kesehatan Bank;
3) pembekuan kegiatan usaha tertentu;
4) pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku;
5) pemberhentian pengurus Bank.
Apabila Bank tersebut tidak melakukan penolakan terhadap calon nasabah/WIC yang diketahui telah memberikan informasi yang tidak benar dan tetap melaksanakan hubungan usaha dengan calon Nasabah/WIC.
3. Peranan bank dalam mencegah serta memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme?
Dalam rangka mencegah serta memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme, bank sangat berperan sekali (memiliki peranan yang sangat penting). Agar upaya pencegahan dan pemberantasan tersebut mampu terlaksana dengan baik, maka dibutuhkan upaya maksimal dari bank untuk menjalankan program APU dan PPT serta melakukan CDD atau pun EDD terhadap calon Nasabah/Nasabah/WIC dan Beneficial Owner dengan berpedoman pada PBI No. 11/28/PBI/2009. Apabila ditemukan suatu tindakan yang mengarah kepada pencucian uang atau pun pendanaan terorisme, maka bank diwajibkan untuk menyusun Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) kepada PPATK.
[1] Walk in Customer atau WIC merupakan pengguna jasa Bank yang tidak memiliki rekening pada Bank tersebut, serta tidak termasuk pihak yang mendapatkan perintah atau pun penugasan dari Nasabah untuk melakukan transaksi atas kepentingan Nasabah tersebut. Lihat Pasal 1 butir 5 PBI Nomor 11/28/PBI/2009.
[2] Politically Exposed Person merupakan orang yang mendapatkan kepercayaan untuk memiliki kewenangan publik. Orang tersebut antara lain adalah Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Penyelenggara Negara, dan atau orang yang tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan dan operasional partai politik, baik yang berkewarganegaraan Indonesia maupun yang berkewarganegaraan asing. Lihat Pasal 1 butir 15 PBI Nomor 11/28/PBI/2009.
[3] Enhanced Due Dilligence merupakan bentuk tindakan CDD yang lebih mendalam dan dilakukan oleh Bank pada saat berhubungan dengan nasabah yang tergolong beresiko tinggi termasuk Politically Exposed Person terhadap kemungkinan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Lihat Pasal 1 butir 8 PBI Nomor 11/28/PBI/2009.
[4] Berdasarkan Pasal 1 butir 12 PBI Nomor 11/28/PBI/2009, Beneficial Owner adalah setiap orang yang memiliki dana, yang mengendalikan transaksi nasabah, yang memberikan kuasa atas terjadinya suatu transaksi dan / atau yang melakukan pengendalian melalui badan hukum atau perjanjian.